Siapa yang menyangka kalau Teh Kayu Aro di Jambi, adalah teh kualitas
no. 1 di dunia? Teh Ty Poo, perusahaan Inggris produsen teh premium
dunia, yang terkenal di Inggris didirikan Sir John Jr., memakai bahan
baku Teh Kayu Aro, dimana memosok produk teh ke keluarga bangsawan di
Eropa. Bukan hanya itu Ratu Belanda sejak Ratu Wihelmina, Ratu Juliana
hingga Ratu Beatrix adalah penikmat teh kayu aro ini. Namun sayangnya
bangsa Indonesia tidak mampu atau tidak bisa merasakan nikmatnya aroma
teh yang diambil dari pucuk teh pilihan, menghasilkan teh berwarna
orange bening dengan rasa kental di lidah dan bertahan lama yang
dihasilkan oleh dataran tinggi Kayu Aro, Kerinci - Jambi, Sumatera-
Indonesia.
Perusahan Teh Kayu Aro dibuka oleh perusahaan Belanda dengan nama
Namblodse Venotschaaf Handle Vereniging Amsterdan (NV HVA) tahun 1925,
merupakan perkebunan teh terluas di dunia setelah perkebunan teh
Darjeling di kaki gunung Himalaya, dengan luas 3.020 hektar, yang
rata-rata menghasilkan 80 ton daun basah per harinya. Dan uniknya lagi
pengolahan Teh Kayu Aro ini, tidak berubah sejak jaman Belanda, yaitu
pengolahan secara tradisional tanpa bahan pengawet dan bahan pewarna.
Saat ini pengawasan perusahaan teh ini dibawah PT Perkebunan Nusantara
VI (PTPN VI), mulai dari perawatan dan pemeliharaan tanaman, pemetikan
pucuk teh, pengolahan di pabrik, pengemasan hingga pengiriman.
Kualitas Grade 1 teh ini tidak dipasarkan di Indonesia, hanya untuk
perdagangan luar negeri terutama Eropa dan Amerika. Bayangkan saja harga
jual pabrik $ 2,89/kg, bandingkan dengan harga satu merek yang dikemas
di Inggris, dengan memakai bahan baku Teh Kayo Aro ini oleh Ty Poo
diharga 1,8 Pounsteling untuk 1/4 kg, sedangkan harga di Indonesia untuk
kemasan 1 box hanya berkisar Rp 3.500 saja. Kualitas grade 2 & 3
juga dipasarkan tapi tentu rasanya berbeda, bila grage 1 tanpa ampas dan
serbuk, maka grage 2 & 3 dicampur daun dan batang dan tentu saja
warnanya tidak orange lagi. Kualitas Grade 3 dipasarkan di Indonesia ke
para produsen teh, sebagai bahan campuran dari bahan baku teh yang ada
di Indonesia. Dan teh ini juga dipasarkan dalam bentuk kemasan oleh PTPN
VI.
Budaya minum teh ditemukan oleh Kaisar Cina Shen Nung secara tidak
sengaja tahun 2737 SM, yang ternyata sudah populer di daratan Cina pada
800 SM, yang dari Cina dibawa ke Jepang oleh pendeta Budha, sehingga teh
diasosiakan dengan ajaran Zen, dengan rangkaian prosesi rumit dan
indah, namun nilai Zen menghilang saat menjadi kompetisi dan proses
penyajian dikuasai oleh Geisha. Lalu Pangeran Ikkyu (1394-1481)
mengembalikan kemurnian uparaca minum teh di Jepang. Hingga saat ini
warga Tionghoa di Indonesia masih melakukan upacara minum teh sebelum
Upacara Pernikahan, sebagai tanda bakti kepada orang tua.
Di Eropa sendiri mulai berkenalan dengan teh pada masa ekspansi Bangsa
Portugis, yang disebut “cha”, awalnya melalui istri Raja Charles II,
Catherine of Braganza, memperkenalkan kebiasaan minum teh ke Inggris
Raya tahun 1660, dengan ritual minum teh sore hari dengan waktu yang
ketat, perkakas, tata krama dan teman sepergaulan minum teh. Di
Indonesia sendiri, tidak ada upacara atau acara khusus minum teh
dikalangan rakyat biasa, namun waktu jaman kolonial Belanda, “tea time”
ini hanya untuk kalangan bangsawan, adalah sebagai ajang silahturahmi.
Dan sekarang umumnya teh diminum pagi hari sebagai teman sarapan atau
menjelang sore hari.
Lalu bagaimana bila kita ingin merasakan nikmatnya Teh Kayu Aro Grade 1?
Terpaksalah kita harus membelinya di Inggris atau di Brunai dengan
harga tentu sangat mahal. Ironis sekali ya…bangsa penghasil teh terbaik
di dunia tapi tidak mampu menikmati produk tanaman super dari bumi alam
Indonesia sendiri.
Latest Posts
Categories:
Label:
barita