Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...

Latest Posts

Desa Keluru begitu sunyi pada Sabtu malam awal Mei lalu. Di bawah sinar bulan purnama dan kerlip bintang di langit yang jernih, sejumlah warga berkain sarung berjalan menembus sejuknya udara malam. Tujuan mereka sama: rumah Darlis.
Suasana langsung terasa berbeda begitu memasuki rumah berlantai kayu itu. Sekitar 30 warga yang tinggal di sepanjang tepian Danau Kerinci itu memenuhi ruang tamu hingga ke dapur. Ditemani kepulan asap rokok, mereka bersantai dan bergurau.
Di hadapan mereka tersaji batok kelapa berisi minuman. Warna minuman tidak jelas karena rumah itu temaram oleh lampu minyak. Listrik padam hampir setiap malam di desa tersebut. Ketika senter didekatkan pada batok kelapa, baru terlihat warnanya hitam. Kami menduga minuman itu kopi.
”Ini bukan kopi, tetapi air kawo atau minuman kopi daun,” ujar Darlis, si pemilik rumah.
Tradisi berkumpul sambil minum kawo telah berlangsung turun-temurun. Setiap hari, rumah Darlis dipenuhi warga dari Desa Keluru dan desa tetangga di Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci, Jambi. Mereka sudah datang sejak pukul 06.00, sebelum berangkat ke sawah pukul 08.00. Malam harinya, mereka akan berkumpul lagi di rumah Darlis.
”Kalau tidak kemari semalam saja, kepala saya pusing,” ujar Abidin sambil tertawa.
Hampir setiap malam Abidin datang dari Desa Bidun ke Keluru yang berjarak sekitar lima kilometer. Setiba di rumah Darlis, Abidin langsung mengambil batok kelapa dan mengisi air kawo dari ceret di tengah ruangan. Sambil menghirup-hirup dan menikmati pelan-pelan minuman pahit itu, Abidin pun segera terlibat obrolan.
Selalu ada topik menarik yang dibicarakan petani saat berkumpul seperti itu. Taruhlah seperti soal jatuhnya harga panen, serangan hama, kegemaran berburu babi, dan masalah politik di daerah atau kasus yang ramai dibicarakan di televisi.
Ruang sosial
Malam itu, Abidin ikut membahas rencana petani memburu babi. Berbagai persiapan dibicarakan, mulai dari perlengkapan yang akan dibawa hingga penetapan lokasi perburuan.
Menurut Abidin, berburu sudah menjadi aktivitas rutin petani setiap Selasa dan Jumat. Seusai berburu, obrolan pada malam hari di rumah Darlis bakal lebih seru. Mereka heboh menceritakan kembali pengalaman mengejar babi, tersandung batu dan kayu, atau jatuh tertubruk warga lain saat berlarian.
”Ini obrolan paling menarik. Sehabis berburu, petani yang berkumpul di rumah ini lebih ramai lagi,” tutur Abidin.
Saking seringnya petani berkumpul, konflik di desa hampir tak pernah terjadi. Menurut Abidin, kedekatan dengan sesama warga mendorong terciptanya rasa malu yang besar jika berbuat onar. Ketika satu persoalan muncul, akan langsung dibahas pada hari itu juga sehingga tidak pernah ada masalah yang berlarut-larut.
Tradisi berkumpul sambil minum kawo tidak hanya hidup di Keluru, melainkan juga di empat desa lainnya, yakni Bidun, Jujun, Tanjung Batu, dan Talang Lindung. Rumah yang pemiliknya berekonomi lebih baik biasanya jadi tempat persinggahan petani. Namun, dari sejumlah rumah yang menjadi tempat persinggahan itu, rumah sederhana milik Darlis justru paling ramai dikunjungi dalam tiga tahun terakhir.
Menurut Zalinah, petani dari Desa Jujun, air kawo buatan Darlis lebih wangi dan lebih pekat. ”Saya sendiri kalau membuat air kawo rasa dan wanginya tetap berbeda dari yang dibuat di sini,” ujarnya.
Air kawo merupakan hasil seduhan daun kopi muda. Daun kopi muda itu dijemur hingga kering di langit-langit dapur, yang di bawahnya terdapat tungku tradisional berdinding kayu. Setelah kering, daun dipanaskan di atas bara hingga berwarna agak kehitaman, tetapi tidak sampai gosong. Setelah dipanggang, daun diremas-remas menjadi serpihan. Barulah daun direbus dalam panci hingga mendidih. Air menjadi berwarna hitam dan beraroma kopi lembut. Rasanya pahit karena disajikan tanpa gula.
Pahitnya kehidupan
Tak satu pun petani mengetahui latar belakang mengapa mereka lebih senang menikmati minuman kopi daun ketimbang kopi dari biji. Mereka hanya memahami bahwa tradisi itu warisan turun-temurun.
Meski pertanian kopi di daerah ini telah ada sejak zaman Belanda, tak satu pun warga memiliki pengetahuan untuk mengolah kopi dari bijinya.
Panen biji kopi langsung dijual kepada tengkulak dengan harga sangat rendah. Saat ini, harga biji kopi basah berkisar Rp 20.000-Rp 25.000 per kaleng. Satu kaleng setara 12 kilogram. Artinya, harga biji kopi petani tak sampai Rp 2.000 per kg. Padahal, harga kopi olahan lokal di pasaran mencapai Rp 45.000 hingga Rp 50.000 per kg.
Masyarakat juga tak memiliki kemampuan dan peralatan untuk mengolah sendiri biji kopi. Alhasil, satu-satunya cara menikmati minuman kopi adalah dengan memanfaatkan daunnya.
Tak hanya kopi yang dihargai rendah oleh tengkulak. Harga kayu manis juga hanya Rp 4.000 per kg, cabai Rp 5.000 per kg, dan jeruk Rp 5.000 per kg. Tak heran bila petani tetap hidup dalam kemiskinan.
Dalam kondisi ekonomi sangat terbatas, berkumpul menjadi kegemaran mereka. Sambil menikmati pahitnya air kawo yang selalu dapat menyembuhkan rasa penat, ruang sosial pun terbangun dengan sendirinya.
[ Read More ]

Bernafas Dalam Lumpur

KERINCI, Jambi - Banyak cara yang dapat dilakukan orang untuk mengusir kejenuhan, seperti salah satu tradisi masyarakat di Kabupaten Kerinci yang unik. Tradisi unik tersebut untuk menghibur warga dan rutin dilakukan masyarakat Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau seusai panen raya.

Bernafas dalam lumpur yang dimaksud adalah lomba berenang dalam lumpur di sawah ini merupakan hiburan tersendiri bagi masyarakat yang dilakukan seusai panen dan menjelang turun ke sawah lagi
Disamping sebagai hiburan di desa, kegiatan ini juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, karena mereka telah mendapatkan panen yang cukup memuaskan.

Panitia lomba tidak memungut biaya pendaftaran bagi warga yang ingin mengadu ketangkasan di sawah berlumpur ini. Siapa saja dapat ikut dalam perlombaan dan bagi pemenang akan diberi hadiah berupa piala.

Lokasi sawah yang yang habis panen dipakai sebagai lintasannya, dengan panjang 20 meter dan lebar 8 meter.

Dalam satu putaran, panitia menurunkan 6 orang peserta yang berada di dalam lintasan masing-masing. Peserta lomba terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu.

Saat perlombaan berlangsung, berbagai gaya renang layaknya perenang tangguh ditampilkan peserta serta tingkah laku peserta tentu membuat para penonton tertawa, apa lagi daintara peserta ada yang mengenakan buasana wanita berupa daster.

Di antara peserta, ada yang tidak mampu menyelesaikan perlombaan karena terbenam di sawah yang dalam dan ada juga peserta yang curang berlari di pematang sawah, sehingga di diskualifikasikan panitia.

Menurut salah satu peserta yang bernama Inal, bahwa “Medannya terlalu berat dan kegiatan berenang dalam lumpur telah dilakukan warga desa Keluru sejak belasan tahun silam sebagai ungkapan syukur panen raya dan kegitan tersebut cukup murah, namun sangat meriah dan menyenangkan.”

Selain menghibur warga desa, juga untuk menjalin tali silatrahmi antar warga desa yang kebanyakan bermatapencarian sebagai petani padi (tim)
[ Read More ]

Title: Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)
Author: Nasution
Abstract: Upacara kenduri sko merupakan upacara adat siap penen yang dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang telah didapat masyarakat. Di dalamnya juga terdapat acara penurunan dan pembersihan benda-benda pusaka nenek moyang serta pengangkatan para pemimpin-pemimpin adat. Bagi masyarakat Keluru, keberadaan upacara tersebut memiliki arti penting yang meliputi berbagai acara-acara yang dilakukan dan melibatkan seluruh anggota masyarakat. Atas dasar tersebut, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apa makna upacara adat kenduri sko bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci, sehingga uipacara tersebut masih bertahan sampai sekarang ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, yang mana dalam mencari data di lapangan penulis menggunakan teknik observasi dan wawancara. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi. Sedangkan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu. Wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Informan kunci dalam penelitian ini adalah para pemangku-pemangku adat daerah setempat. Sedangkan untuk informan biasa dalam penelitian ini adalah para anggota masyarakat setempat. Wawancara mendalam kepada informan kunci dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan sejarah, iuran, orang-orang yang terlibat, proses pelaksanaan, serta kepentingan-kepentingan dari upacara adat kenduri sko. Sedangkan wawancara mendalam yang ditujukan kepada informan biasa dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan iuran dan kepentingan-kepentingan yang terkandung dalam upacara adat kenduri sko, sehingga masih tetap bertahan hingga sekarang ini. Wawancara sambil lalu juga dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkenaan dengan tujuan penelitian, yang mungkin tidak diperoleh melalui informan kunci dan informan biasa. Dari hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa upacara kenduri sko memiliki beberapa makna yakni: Pertama, Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang didapat, yang mana masyarakat Keluru merupakan masyarakat yang berkeyakinan kepada ajaran agama Islam. Dengan demikian, upacara kenduri sko selalu dilaksanakan setiap tahunnya untuk mengucapkan rasa syukur kepada tuhan mereka. Kedua, kenduri sko merupakan jembatan untuk mengumpulkan anggota-angota kerabat yang telah merantau di daerah lain. Selain itu, kenduri sko juga mempererat hubungan antar masyarakat karena pada saat itu semua masyarakat berkumpul dan saling bermaafan. Ketiga, Sebagai sarana penghormatan terhadap leluhur. Dengan menghormati dan menghargai para leluhur, masyarakat meyakini roh-roh leluhur tersebut akan selalu menjaga mereka. Keempat, merupakan momentum pergantian pemimpin adat. Dari keempat makna tersebut, yang paling dominan adalah pergantian para pemimpin-pemimpin adat yang akan memimpin adat desa tersebut. Setiap ada permasalahan merekalah yang akan membantu menyelesaikannya.
[ Read More ]


- Daerah Kerinci ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi. Daerah yang mempunyai 11 Kecamatan dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh ini memiliki luas 4.200 km2.

Propinsi ini mempunyai daerah dataran tinggi yang indah, tepatnya di kecamatan Kayu Aro. Kawasan ini kaya sekali akan panorama yang sangat menakjubkan,di sini juga terdapat Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).

Tak hanya menjadi gerbang untuk pendaki, salah satu daya tariknya yang terkenal sejak jaman dahulu adalah
Kebun Teh Kayu Aro.

Perkebunan Teh Kayoe Aro dirintis antara tahun 1925 hingga 1928 oleh perusahaan Belanda, Namblodse Venotschaaf Handle Vereniging Amsterdam (NV HVA). Selain dikenal sebagai perkebunan teh tertua di Indonesia,perkebunan seluas 3.020 hektar merupakan perkebunan teh dalam satu hamparan
terluas di dunia.
Perkebunan teh Kayu Aro. Foto: FEBRIANTI
TEMPO.CO, Padang - Bagi pecinta alam, Gunung Kerinci pasti tak bakal dilewatkan dalam peta pendakian karena pemandangannya elok dan menawan. Hampir seluruh hamparan di lereng gunung ini ditumbuhi teh beraroma segar. "Paku Bumi" dengan ketinggian 3.805 di atas permukaan laut ini terletak di Provinsi Jambi, namun lebih dekat dengan Sumatera Barat , terlihat dari segala arah.

Di balik itu, terselip kawasan ijo royo-royo, sebuah kawasan indah berselimut kabut bernama Kayu Aro. Walau tempatnya tersuruk di pedalaman, namun keindahannya sulit terlupakan jika pernah menginjakkan kaki di sana.

Sebagian Kayu Aro menjadi hamparan ladang sayuran yang subur. Di sisi kiri-kanan jalan terlihat hamparan ladang sayuran petani: kentang, kol, jagung, tomat, dan pohon kulit manis. Selebihnya adalah hamparan padang teh yang menghijau.

Kayu Aro sudah dikenal sebagai penghasil teh sejak zaman Belanda. Bahkan, teh terbaiknya saat itu selalu dikirim untuk minuman ratu Belanda. Kini perkebunan teh seluas 2.500 hektare dikelola PTP Nusantara VI di Kayu Aro. Inilah perkebunan teh terluas di dunia dalam satu hamparan dan termasuk kebun tua.

Sebagian besar teh hitam (ortodox) di sini masih yang ditanam sejak 1928 oleh perusahaan Belanda Namlodee Venotchaat Handle Verininging Amsterdam (NV HVA). Setiap tahun dari perkebun teh ini memproduksi teh hitam sebesar 5.500 ton yang sebagian diekspor ke Eropa, Rusia, Timur Tengah, Amerika Serikat, Asia Tengah, Pakistan dan Asia Tenggara. Yang menjadi keunggulan teh Kayu Aro adalah cita rasa dan aromanya.
[ Read More ]

0Share
gunung tujuh
oleh : padly kurniawan

Bertenda di tepi Danau Gunung Tujuh.
Tak lengkap rasanya kalau mendaki ke Gunung Kerinci jika tidak sekalian berkunjung ke Danau Gunung Tujuh. Jaraknya pun tidak jauh lagi, hanya setengah jam dari Desa Kersik Tuo (pos pendakian Gunung Kerinci) ke Desa Palompek, Kayu Aro, Kab. Kerinci. Dan tak perlu takut rugi, danau vulkanik ini bakal menawarkan keindahan alam yang tidak mudah untuk di lupakan. Kesan inilah yang saya dapat bersama tiga kawan saat usai mendaki Gunung Kerinci dan memutuskan untuk bertandang ke Danau GunungTujuh beberapa waktu yang lalu.
1340611000475921551Kami mulai berkemas-kemas untuk mendaki ke Danau Gunung Tujuh kala hari sudah begitu sore. Di pos pintu masuk, Desa Palompek, kami menjumpai petugas untuk membayar retribusi Rp 5.000/orang. Dan tidak lupa juga kami menitipkan dua sepeda motor di sebuah rumah tidak jauh dari pos.
Untuk mendapatkan informasi terkini mengenai jalur dan keadaan danau kami berbincang sesaat dengan petugas yang ramah itu. Berhubung hari yang mulai menggelap kami ingin memastikan apakah jalur yang ada tampak jelas untuk dilalui atau tidak. Dan sang petugas meyakinkan kami bahwa jalur sudah jelas dan cukup aman di lalui di malam hari. “Hanya saja, di sebuah persimpangan di awal pendakian perlu di perhatikan agar tidak salah arah” kata sang petugas mengingatkan . Agar tidak terlalu malam untuk sampai di tempat tujuan, kami pun segera berpamit. Perjalanan ini di perkirakan memakan waktu 2 - 3 jam lamanya.
Jalur yang Menanjak
Seperti yang dikatakan petugas tentang simpang yang dapat membuat salah arah, kami disini sempat berputar. Namun tak lama kami menjumpai jalan yang cukup jelas dan kemudian menanjak masuk ke arah hutan. Setelah menemukan tanda panah yang menunjuk arah danau, kami pun jadi lega.
Tidak jauh berbeda dengan di Gunung Kerinci, keadaan jalur disini juga cukup menanjak. Pepohonan besar dan rapat merindang hampir di sepanjang jalur. Namun begitu, kita tidak bakal menjumpai keadaan medan berpasir dan berbatu vulkanik seperti di puncak Kerinci. Karena Danau yang tingginya 1.950 meter dari permukaan laut (mdpl) ini tidak memiliki kawah yang masih aktif.
[ Read More ]